MUSIC DAN INDUSTRI
Music dan industri adalah dua hal yang
sebenarnya berbeda. Music itu adalah karya seni yang sifatnya
independent/bebas. Tidak terikat aturan-aturan apapun. Merefleksikan kondisi
social, menceritakan pengalaman pribadi seniman atau mungkin media penyampai
pesan agama-agama dan ritualnya.
Sedangkan industry (music) lebih
lekat dengan yang namanya bisnis, regulasi capital dan selalu bicara
untung-rugi. Penuh dengan aturan-aturan semu, etika bisnis dan basa-basi.
Secara logika mana mungkin dua
prinsip tersebut bisa jadi satu. Hampir tidak mungkin sebenarnya. Satu-satunya
solusi adalah KOMPROMI! (menurut saya). Mempertemukan sisi bisnis dan sisi
karya seni dalam titik kepentingan yang masing-masing saling menguntungkan.
Untuk menemukan titik kompromi
tersebut merupakan satu hal yang tak mudah, butuh proses panjang dan
berdarah-darah. “menyekat dan mengebiri” kebebasan ber ekspresi sebuah karya
dalam konteks pasar (industry) tidaklah hal yang gampang, terutama bagi para
seniman music yang terbiasa “liar” berekspresi dikarya-karya nya.
Seniman yang terbiasa “liar”
tersebut akhirnya membicarakan durasi, tema lirik lagu, komposisi music dan
lain sebagainya. “harus” mebuat karya
yang dimana semua orang bisa menikmatinya dan tentu bisa mendapatkan
kutuntungan buat industry yang menaunginya (label). Oh ya, satu yang perlu di
ingat-ingat disini adalah, yang saya maksud dengan music industry adalah music
yang mebicarakan telinga, selera, dan keinginan pasar atau kebanyakan
pendengar.
Tips
dan Trik
Selama 5 tahun saya bernaung di
bawah sebuah label major, mungkin saya
bisa mencoba memberikan tips dan trik bagaimana menemukan rumus “kompromi” antara music sebagai karya
murni dan music sebagai asset dalam regulasi industry music supaya karya anda
diterima dalam pertarungan major label.
1. Durasi
music
Sepengalaman saya, durasi music
di industry itu tak lebih dari 5 menit, dan rata-rata sekitar 3-4 menit saja.
Jadi jangan berharap music yang kalian bikin kalau durasi lebih dari 5 menit
akan di dengarkan oleh label.
2. Komposisi
arransemen
Orang umum biasanya tidak bisa
mendengarkan lebih 5 unsur instumen
dalam waktu yang bersamaan. Kalaupun ada orang yang bisa menikmati lebih dari
instrument itu secara bersamaan biasanya dari kalangan musisi atau orang yang
ber intelegnsi tinggi. Orang umum akan mendengarkan lebih 5 unsur instrument
rata-rata akan berkomentar “gak enak, berisik” dan lain-lain. Intinya music kalian
gak akan di sukai mereka (label).
Apa saja itu 5 unsur istrumen?
Adalah Gitar, Drum, Bass, keyboard, vocal. Semua musisi biasanya pasti akan
memakai 5 alat tersebut, Cuma bedanya kalian harus bisa “menahan nafsu” untuk
tidak menumpuk-numpuk layer/part instrument kalian (terutama dipermudah dengan
alat recording digital sekarang ini). Minimalkan pengisian chord-chord yang gak
terlalu penting. Isi part-part layer yang memang perlu dan penting untuk
membangun sebuah komposisi arransemen sebuah karya.
Catatan yang penting disini,
(menurut saya) pengisian Drum dan Bass harus “kawin”. Pengisian Keyboard
(piano) dan gitar harus hati-hati agar tidak “nabrak” frekwensinya. Di luar itu
alat-alat instrument yang lain seperti shaker, tamborin hanyalah sebagai
penambah groove beat dan irama di music.
3. Konsep
band
Ini hal yang sering di remehkan
musisi-musisi. Konsep yang saya maksud disini adalah dalam hal perpaduan music
dan dandanan anak band itu sendiri. Banyak sekali demo yang saya terima, music
mereka pop dan rata-rata lagunya slow, tetapi dandanannya mirip rocker era
90an. Terlihat menabrak dan tidak match antara music dan penampilan. Itu hal
yang harus di perhatikan.
Selain packaging music kalian
juga harus terkonsep. Mau memilih blues,pop,rock ataupun jenis music lainnya
harus ber konsep. Jangan terkesan music kalian sedang “ulang tahun” artinya
semua player terkesan berlomba-lomba didengar permainannya.
4. Cover
dan foto profile Demo yang menarik
Ini bukan lagi tahun 90an, yang
fasilitas printer itu susah teramat sangat. Digital printing sekarang sudah
menjamur. Printer berwarna kelas wahid pun sudah bisa di beli di toko-toko.
Artinya untuk membuat design cover demo bukan lagi hal yang susah. Tinggal
kreativitas kalian meramunya.
Foto profile band dan
masing-masing playernya pun harus yang menarik. Jangan terkesan “kampungan”
alias “ndeso”. Maaf mengatakan hal-hal itu karena memang terbukti banyak sekali
demo yang ada dilabel-label di tolak, bahkan tidak di dengarkan sama sekali
karena profile dan cover demo yang sangat sederhana sekali dan jauh dari unsure
menarik/mencuri perhatian.
5. Unik
dan Berkarakter
Buatlah produk (music) yang
berbeda dari yang lain. Jangan mencoba “mirip” atau menyamakan music kalian
seperti band-band yang sudah eksis sebelum kalian. Lebih-lebih kalian “mirip”
dengan band Indonesia yang sedang booming! Percuma! Kalian akan dianggap
ekor/pengikut saja, tidak lebih dari itu.
Buatlah music yang fresh dan
baru.Unik!!! itu yang penting!
6. Materi
yang mudah dihafal dan dinyanyikan orang umum
Lagu sekarang itu dari dulu
sampai sekarang sama. Bisa dinyanyikan dimanapun, melodinya gampang di “save”
di otak pendengarnya. Yang membedakan adalah balutan komposisi atau
arransemennya saja. Kalau di era 80an-90an mungkin lebih kental dengan nuansa
rock. 90an ke atas lebih simple dan ringan komposisinya. Tetapi yang perlu di
garis bawahi adalah, materi mentah sebuah lagu lah yang menentukan.
Bikin lagu yang melodinya gampang di “save” para penikmat music
terutama orang-orang umum.
7. Kualitas
Demo music
Rekaman bukan lagi hal yang susah
dan mahal. Digital recording bisa dilakukan dimana-mana, bahkan di kamar
sekalipun. Persewaan studio rekaman pun sekarang sudah tidak terlalu tinggi
harga per shift nya. Bikinlah demo music kalian dengan bagus dan rapi. Jangan
“ngasal” rekaman. Kualitasnya harus keren! Percuma hal-hal diatas tersebut
sudah kalian jalankan tetapi ketika label memutar demo music kalian, mereka
menjadi “ilfill” alias gak minat.
Mungkin itu point-point trik dan
tips masuk dunia industry music. Bisa diterapkan bila sepakat. Bila tidak,
silahkan ber proses dengan cara kalian masing-masing.
Untuk urusan “idealism” bermusik,
salurkanlah di media-media lain yang sifatnya tidak industry atau lebih ke
komunitas. Bukan pessimism namun industry memilih lagi-lagu atau produk yang
lebih bisa dinikmati pasar dan tentu saja menguntungkan mereka! J
IKSAN
SKUTER